PDGI memiliki peran sentral dalam mewujudkan visi "Indonesia Bebas Karies 2030" yang dicanangkan oleh Kementerian Kesehatan. Namun, melihat kondisi kesehatan gigi masyarakat saat ini, pertanyaan besar muncul: masihkah visi ambisius ini mungkin tercapai dalam waktu yang tersisa?
Peran Krusial PDGI:
PDGI memiliki potensi besar untuk menggerakkan upaya mencapai visi tersebut melalui:
- Edukasi dan Sosialisasi: Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pencegahan karies melalui kampanye yang efektif dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
- Peningkatan Kompetensi Dokter Gigi: Memastikan seluruh dokter gigi memiliki pengetahuan dan keterampilan terkini dalam pencegahan dan penanganan karies, termasuk pendekatan minimal invasif.
- Advokasi Kebijakan: Mendorong pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan yang mendukung upaya pencegahan karies secara nasional, seperti program sikat gigi massal di sekolah, fluoridasi air minum (jika memungkinkan dan aman), dan pembatasan konsumsi makanan manis.
- Kerjasama Lintas Sektor: Berkolaborasi dengan pihak terkait seperti Dinas Pendidikan, organisasi masyarakat, dan sektor swasta untuk mengintegrasikan program pencegahan karies.
- Pemerataan Akses Layanan: Berupaya mendistribusikan tenaga dokter gigi secara lebih merata, terutama di daerah-daerah dengan akses layanan kesehatan gigi yang terbatas.
Tantangan yang Harus Diatasi:
Meskipun PDGI memiliki peran penting, mencapai "Indonesia Bebas Karies 2030" bukanlah tugas yang mudah. Beberapa tantangan besar yang dihadapi antara lain:
- Prevalensi Karies yang Tinggi: Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023, prevalensi karies pada penduduk usia ≥ 3 tahun masih sangat tinggi, yaitu 82,8% pada pemeriksaan gigi dan 56,9% berdasarkan keluhan masalah gigi dan mulut dalam setahun terakhir. Pada anak usia 5-9 tahun, prevalensi karies bahkan mencapai 84,8%.
- Kesadaran Masyarakat yang Rendah: Tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya pencegahan karies dan pemeriksaan gigi rutin masih perlu ditingkatkan secara signifikan.
- Aksesibilitas Layanan: Keterbatasan jumlah dokter gigi dan fasilitas kesehatan gigi, terutama di daerah 3T, menjadi kendala besar dalam memberikan pelayanan pencegahan dan pengobatan karies secara merata.
- Perilaku dan Kebiasaan: Kebiasaan mengonsumsi makanan manis dan kurangnya praktik kebersihan gigi yang benar masih menjadi masalah umum di masyarakat.
- Sumber Daya: Upaya pencegahan karies secara nasional memerlukan alokasi sumber daya yang memadai dari pemerintah dan pihak terkait.
Masihkah Mungkin?
Dengan sisa waktu yang semakin sempit, mencapai "Indonesia Bebas Karies 2030" akan menjadi tantangan yang sangat berat. Namun, bukan berarti mustahil.
Agar visi ini memiliki peluang yang lebih besar untuk tercapai, diperlukan:
- Upaya yang Lebih Intensif dan Terkoordinasi: PDGI perlu bekerja sama secara lebih erat dengan pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan untuk mengimplementasikan program pencegahan karies secara masif dan terintegrasi di seluruh Indonesia.
- Fokus pada Upaya Preventif: Menggeser fokus dari pengobatan kuratif ke upaya pencegahan yang dimulai sejak usia dini. Program edukasi yang berkelanjutan dan menarik bagi anak-anak dan orang tua menjadi kunci.
- Pemanfaatan Teknologi: Memanfaatkan teknologi digital untuk edukasi, konsultasi jarak jauh (tele-dentistry), dan pengumpulan data untuk perencanaan program yang lebih efektif.
- Komitmen dan Dukungan Kuat dari Pemerintah: Alokasi anggaran yang memadai dan kebijakan yang mendukung program pencegahan karies secara nasional sangat krusial.
Kesimpulan:
Meskipun target "Indonesia Bebas Karies 2030" tampak semakin sulit dicapai dengan prevalensi karies yang masih tinggi, PDGI tetap memiliki peran sentral dalam mengupayakan perbaikan kesehatan gigi masyarakat. Dengan strategi yang lebih intensif, fokus pada pencegahan, pemanfaatan teknologi, dan dukungan kuat dari pemerintah, PDGI dapat menjadi motor penggerak untuk mengurangi beban karies di Indonesia secara signifikan, meskipun mungkin tidak sepenuhnya mencapai "bebas karies" pada tahun 2030. Target yang lebih realistis dengan langkah-langkah yang terukur dan berkelanjutan perlu menjadi fokus utama.